II.
Kajian Teori
2.1.
Koperasi dan
Karakteristiknya
Sejarah koperasi lahir pada permulaan abad
ke-19 sebagai suatu reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di
Negara-negara Eropa. Sistem ekonomi ini bersendi pada kebebasan individu untuk
mencari keuntungan sebanyak mungkin. Akibatnya kelompok-kelompok tertentu yakni
kaum kapitalis, menguasai kehidupan masyarakat luas. Mereka hidup berlebihan,
sedang masyarakat yang tidak memiliki modal makin tertindas. Pada saat itulah
tumbuh aliran kebersamaan yang menetang aliran individualisme ini dengan asas
kebersamaan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Bentuk kerjasama ini
melahirkan suatu perkumpulan yang dinamakan koperasi.
Istilah koperasi sebenarnya berasal dari
bahasa asing yaitu Co-Operation; dimana Co berarti bersama
dan Operation berarti usaha. Secara harfiah koperasi dapat diartikan
sebagai usaha bersama. Pengertian ini juga dapat diaplikasikan secara sederhana
misalnya KUD (Koperasi Unit Desa) sebagai usaha bersama suatu kelompok
masyarakat di suatu wilayah desa, KOPKAR (Koperasi Karyawan) sebagai usaha
bersama karyawan yang bekerja bersama dalam satu institusi, lembaga atau
perusahaan.
Dalam Undang-undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, koperasi diartikan sebagai badan usaha
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Hal tersebut menjelaskan dalam
koperasi harus ada prinsip-prinsip koperasi sebagai landasan dalam melaksanakan
kegiatan perkoperasian tersebut. Yang paling penting dalam pengertian ini
adalah bahwa koperasi merupakan badan usaha yang berdiri atas asas
kekeluargaan, berbeda dengan badan usaha lain, yang melandasi kegiatan usahanya
hanya untuk mencari laba.
Menurut Moh. Hatta dalam
Sumarsono (2003:3), “Koperasi didirikan
sebagai
persekutuan kaum yang lemah untuk
membela keperluan hidupnya”. Mencapai keperluan hidupnya dengan ongkos yang
semurah-murahnya, itulah yang dituju. Pada koperasi di dahulukan keperluan
bersama, bukan keuntungan.
Masih dalam buku yang
sama Soemarsono (2003:3), menjelaskan menurut ILO, “Koperasi adalah suatu
perkumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang
melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis,
masing-masing memberikan sumbangan setara terhadap modal yang diperlukan, dan
bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang
mereka lakukan”. Adapun prinsip-prinsip dalam koperasi antara lain:
a. Bersifat sukarela dan terbuka
b. Pengawasan oleh anggota secara
demokratis
c. Partisipasi anggota dalam
kegiatan ekonomi
d. Otonomi dan kemandirian
e. Pendidikan, pelatihan dan
informasi
f. Kerjasama antar koperasi
g. Kepedulian terhadap masyarakat
2.2.
Jenis Koperasi
Dalam koperasi dimensi
kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijaksanaan usaha berada pada para
anggota, melalui alat kelengkapan koperasi yang dinamakan Rapat Anggota Tahunan.
Sedangkan
dalam badan usaha non koperasi kekuasan tertinggi berada pada para pemegang
saham.
Dalam koperasi sektor
usaha yang ditujukan kepada dua sektor, yaitu sektor intern dan ekstern,
artinya koperasi tidak hanya mencari keuntungan untuk koperasi tersebut saja
tetapi juga memeperhatikan kesejahteraan anggotanya. Hal ini berbeda dengan
badan usaha lainnya yang hanya memperhatikan sektor ekstern saja. Dalam
koperasi tujuan didirikannnya usaha adalah untuk memberikan pelayanan,
sedangkan untuk usaha non-koperasi adalah untuk mencari keuntungan semata.
Karakteristik utama koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lain adalah
bahwa anggota koperasi memiliki identitas ganda (the dual identify of the
member), yaitu anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pengguna jasa
koperasi (user own oriented firm).
Tujuan koperasi Indonesia dalam
Undang-undang No 25 Tahun 1992 pasal 3, adalah memajukan kesejahteraan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dari tujuan tersebut,
koperasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, berdasarkan kepentingan
anggota dan usaha utamanya, koperasi di golongkan menjadi empat jenis, yaitu:
Koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi simpan pinjam dan koperasi
pemasaran. Sedangkan berdasarkan
hierarki organisasinya, koperasi digolongkan menjadi koperasi primer dan koperasi
sekunder.
2.3.
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (PSAK ETAP) akan dinyatakan efektif berlaku untuk entitas
yang tidak memiliki akuntabiltas publik, yaitu entitas yang memiliki 2
kriteria, yaitu: Tidak memiliki akuntabilitas publik secara signifikan dan
tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statements) bagi pengguna eksternal. Kriteria ETAP tersebut, bisa
dibedakan dengan entitas yang memiliki akuntabilitas publik, yaitu jika:
a. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran
atau entitas dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran pada otoritas pasar
modal (BAPEPAM-LK) atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar
modal;
b. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebaga
fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi,
pialang dan/atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana, dan bank investasi.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifkan dapat
menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi yang mengizinkan
penggunaan SAK ETAP. Pada umumnya, entitas tanpa akuntabilitas publik adalah
UKM, oleh karena itu pengguna ETAP akan banyak terdiri dari entitas dengan
kategori UKM. Penerbitan PSAK ETAP oleh Dirjen Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini
adalah sebagai alternatif PSAK yang boleh diterapkan oleh entitas di Indonesia,
sebagai bentuk PSAK yang lebih sederhana dibandingkan dengan PSAK Umum yang
lebih rumit. Pada 1 Januari 2011 nanti, setiap entitas diberikan pilihan apakah
akan menggunakan PSAK umum, atau PSAK ETAP. Apabila entitas tersebut memenuhi
kriteria entitas publik , maka tentu tidak ada pilihan lain kecuali menerapkan
PSAK umum. Namun jika tidak termasuk entitas yang memiliki akuntabilitas
publik, maka entitas dapat memilih menerapkan PSAK ETAP atau PSAK Umum.
Menurut kebijakan yang diterbitkan oleh DSAK IAI, pada 1
Januari 2011, suatu entitas tanpa akuntabilitas publik, dapat memilih untuk
menerapkan PSAK ETAP atau PSAK Umum. Apabila pada tahun 2011 suatu entitas
tanpa akuntabilitas publik pada menetapkan penggunaan PSAK umum, maka entitas
tersebut setelah tahun 2011 tidak boleh merevisi kebijakan akuntansinya dengan
menggunakan PSAK ETAP. Oleh karena adanya kebijakan tidak boleh merevisi ke
PSAK ETAP itu, maka tahun 2011 ini menjadi tahun yang sangat menentukan dan
strategik bagi pengambilan keputusan PSAK mana yang akan dipakai.
Karena aktivitas penyesuaian hanya perlu dilakukan oleh
Entitas yang akan menerapkan PSAK ETAP, maka terhadap entitas tanpa
akuntabiltas publik saat ini adalah waktu yang penting untuk mulai melakukan
pertimbangan apakah akan menerapkan PSAK ETAP atau melanjutkan PSAK Umum.
Pertimbangan itu perlu dilakukan karena:
a. Penerapan suatu PSAK menyangkut isu strategik,
b. Sekali entitas menetapkan menggunakan PSAK Umum
maka tidak ada kesempatan lagi untuk
merivisi ke PSAK ETAP.
Bagi
perusahaan yang akan menerapkan PSAK ETAP di tahun 2011, persiapan penyesuain
laporan keuangan ke PSAK ETAP perlu dilakukan sejak tahun 2010. Pada catatan
laporan keuangan tahun 2010 perlu mengungkapkan PSAK ETAP yang akan diterapkan
pada tahun 2011, serta dampaknya pada laporan keuangan 2010 seandainya pada
laporan keuangan diterapkan PSAK ETAP. Kemudian, pada awal tahun 2011 sudah
perlu dilakukan beberapa koreksi penyesuaian sebagai dampak atas beberapa PSAK
umum yang ditiadakan dalam PSAK ETAP, seperti peniadaan pajak tangguhan,
kapitalisasi biaya pinjaman, dan lain-lain. Pada penyajian laporan keuangan
komparatif tahun 2011, laporan keuangan tahun sebelumnya memerlukan penyajian
kembali (restatement).
2.4.
Ruang Lingkup SAK ETAP
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK
ETAP)
dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa
akuntabilitas publik adalah entitas yang memiliki dua kriteria yang menentukan
apakah suatu entitas tergolong entitas tanpa akuntabilitas publik (ETAP) yaitu:
a. Tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan
Suatu entitas dikatakan
memiliki akuntabilitas yang signifikan jika:
- Entitas
telah mengajukan pernyataan pendaftaran atau entitas dalam proses
pengajuan pernyataan pendaftaran pada otoritas pasar modal (BAPEPAM-LK)
atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal. Oleh
sebab itu Bapepam sendiri telah mengeluarkan surat edaran (SE) Bapepam-LK
No. SE-06/BL/2010 tentang larangan penggunaan SAK ETAP bagi lembaga pasar
modal, termasuk emiten, perusahaan publik, manajer investasi, sekuritas,
asuransi, reksa dana, dan kontrak investasi kolektif.
- Entitas
menguasai aset dalam kapasitas sebaga fidusia untuk sekelompok besar
masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan/atau pedagang
efek, dana pensiun, reksa dana, dan bank investasi.
b. Tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) bagi pengguna eksternal.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifkan dapat
menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi yang mengizinkan
penggunaan SAK ETAP. Contohnya Bank Perkreditan Rakyat yang telah diijinkan
oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE No.
11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009. SAK-ETAP ini akan berlaku efektif per 1 January
2011 namun penerapan dini per 1 Januari 2010 diperbolehkan. Entitas yang
laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit
dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan
tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh
menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK
ETAP. Apabila perusahaan memakai SAK-ETAP, maka auditor yang akan melakukan
audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.
Mengingat
kebijakan akuntansi SAK-ETAP di beberapa aspek lebih ringan daripada PSAK, maka
terdapat beberapa ketentuan transisi dalam SAK-ETAP
yang
cukup ketat:
1.
Pada BAB 29 misalnya disebutkan
bahwa pada tahun awal penerapan SAK-ETAP, yakni 1 January 2011
2.
Entitas yang memenuhi persyaratan
untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan
SAK-ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara
konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK
ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya.
3.
Per 1 Januari 2011, perusahaan
yang memenuhi definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik harus
memilih apakah akan tetap menyusun laporan keuangan menggunakan PSAK atau
beralih menggunakan SAK-ETAP.
4.
Entitas yang menyusun laporan
keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang
boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk
menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK-ETAP. Hal ini misalnya ada perusahaan
menengah yang memutuskan menggunakan SAK-ETAP pada tahun 2011, namun kemudian
mendaftar menjadi perusahaan public di tahun berikutnya. Entitas tersebut wajib
menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak diperkenankan
untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali.
5.
Entitas yang sebelumnya
menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi
persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut
dapat menggunakan SAK ETAP
ini dalam menyusun laporan keuangan.
2.5.
Laporan Keuangan Berdasarkan SAK ETAP
Tahun pajak 2011
adalah tahun pajak pertama kali bagi mayoritas wajib pajak untuk membuat
Laporan Keuangan berdasarkan SAK ETAP yang mulai berlaku efektif per 1 Januari
2010. Mayoritas wajib pajak di Indonesia adalah entitas yang masuk dalam
kategori ETAP ini, yaitu entitas tanpa akuntabilitas publik yang signifikan.
Menurut SAK ETAP ini entitas dikategorikan memiliki akuntabilitas publik
signifikan jika:
1.
Entitas telah mengajukan
pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran,
pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan
penerbitan efek di pasar modal; atau
2.
Entitas menguasai aset dalam
kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank,
entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pesniun, reksa dana dan
bank investasi.
ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik
signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna
eksternal. Misalnya pengguna eksternal dalam SAK ETAP ini adalah pemilik yang
tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur dan lembaga pemeringkat
kredit. Meskipun Otoritas Pajak (Direktorat Jenderal Pajak, Kemeterian Keuangan RI) tidak disebutkan dalam SAK ini sebagai
pengguna eksternal Laporan Keuangan, namun sejatinya DJP merupakan pengguna
ekternal juga dari Laporan Keuangan ini karena seperti dijelaskan di atas,
bahwa Laporan Keuangan merupakan dasar pembuatan SPT, dan membuat serta
melaporkan SPT merupakan kewajiban bagi setiap wajib pajak. SAK ETAP merupakan
SAK versi mudah yang ditujukan khusus untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM)
yang diadopsi dari IFRS for SME.
Dengan berlakunya secara Efektif SAK ETAP pada 1 Januari
2011, maka mayoritas wajib pajak di Indonesia harus menggunakan SAK
ETAP ini untuk Laporan Keuangan tahun Pajak 2011. Jika suatu entitas Laporan
Keuangannya mematuhi SAK ETAP ini, maka entitas tersebut harus membuat suatu
pernyataan eksplisit dan secara penuh bahwa Laporan Keuangannya mematuhi SAK
ETAP ini dalam catatan atas Laporan Keuangan (Paragraf 3.3). Lebih lanjut,
masih dalam paragraf 3.3, dinyatakan bahwa Laporan Keuangan tidak boleh
menyatakan mematuhi SAK EATP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK
ETAP.
2.6.
Rumusan Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap
pertanyaan yang dilakukan dalam perumusan masalah yang harus diuji atau
dibuktikan kebenarannya melalui pengumpulan dan penganalisaan penelitian.
Adapun perumusan hipotesis yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut:
1. Diduga Primkoppol Resort xxx termasuk dalam entatas tanpa
akuntabilitas publik.
2. Diduga penyajian laporan keuangan Primkoppol Resort xxx
tidak sesuai
dengan SAK ETAP.
Info yang sangat berguna, terima kasih sharingnya...
BalasHapusinformasi lainnya tentang pelatihan sistem aplikasi / software SAK-ETAP untuk koperasi, silakan klik BINTEK SAK-ETAP KOPERASI.
Semoga bermanfaat Trims... :)
Pembahasannya sangat menarik.. mohon informasi lainya tentang penyajian laporan keuangan berdasarkan SAK-ETAP dan bagaimana dampak/pengaruhnya terhadap pajak.
BalasHapus