Kamis, 28 Februari 2013

BAB II LANDASAN TEORI


II.      Kajian Teori

2.1.               Koperasi dan Karakteristiknya
Sejarah koperasi lahir pada permulaan abad ke-19 sebagai suatu reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di Negara-negara Eropa. Sistem ekonomi ini bersendi pada kebebasan individu untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin. Akibatnya kelompok-kelompok tertentu yakni kaum kapitalis, menguasai kehidupan masyarakat luas. Mereka hidup berlebihan, sedang masyarakat yang tidak memiliki modal makin tertindas. Pada saat itulah tumbuh aliran kebersamaan yang menetang aliran individualisme ini dengan asas kebersamaan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Bentuk kerjasama ini melahirkan suatu perkumpulan yang dinamakan koperasi.
Istilah koperasi sebenarnya berasal dari bahasa asing yaitu Co-Operation; dimana Co berarti bersama dan Operation berarti usaha. Secara harfiah koperasi dapat diartikan sebagai usaha bersama. Pengertian ini juga dapat diaplikasikan secara sederhana misalnya KUD (Koperasi Unit Desa) sebagai usaha bersama suatu kelompok masyarakat di suatu wilayah desa, KOPKAR (Koperasi Karyawan) sebagai usaha bersama karyawan yang bekerja bersama dalam satu institusi, lembaga atau perusahaan.
Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, koperasi diartikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Hal tersebut menjelaskan dalam koperasi harus ada prinsip-prinsip koperasi sebagai landasan dalam melaksanakan kegiatan perkoperasian tersebut. Yang paling penting dalam pengertian ini adalah bahwa koperasi merupakan badan usaha yang berdiri atas asas kekeluargaan, berbeda dengan badan usaha lain, yang melandasi kegiatan usahanya hanya untuk mencari laba.
Menurut Moh. Hatta dalam Sumarsono (2003:3),  “Koperasi didirikan sebagai
persekutuan kaum yang lemah untuk membela keperluan hidupnya”. Mencapai keperluan hidupnya dengan ongkos yang semurah-murahnya, itulah yang dituju. Pada koperasi di dahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan.
Masih dalam buku yang sama Soemarsono (2003:3), menjelaskan menurut ILO, “Koperasi adalah suatu perkumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan”. Adapun prinsip-prinsip dalam koperasi antara lain:
a. Bersifat sukarela dan terbuka
b. Pengawasan oleh anggota secara demokratis
c. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi
d. Otonomi dan kemandirian
e. Pendidikan, pelatihan dan informasi
f. Kerjasama antar koperasi
g. Kepedulian terhadap masyarakat
2.2.               Jenis Koperasi
Dalam koperasi dimensi kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijaksanaan usaha berada pada para anggota, melalui alat kelengkapan koperasi yang dinamakan Rapat Anggota Tahunan. Sedangkan dalam badan usaha non koperasi kekuasan tertinggi berada pada para pemegang saham.
Dalam koperasi sektor usaha yang ditujukan kepada dua sektor, yaitu sektor intern dan ekstern, artinya koperasi tidak hanya mencari keuntungan untuk koperasi tersebut saja tetapi juga memeperhatikan kesejahteraan anggotanya. Hal ini berbeda dengan badan usaha lainnya yang hanya memperhatikan sektor ekstern saja. Dalam koperasi tujuan didirikannnya usaha adalah untuk memberikan pelayanan, sedangkan untuk usaha non-koperasi adalah untuk mencari keuntungan semata. Karakteristik utama koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lain adalah bahwa anggota koperasi memiliki identitas ganda (the dual identify of the member), yaitu anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi (user own oriented firm).
Tujuan koperasi Indonesia dalam Undang-undang No 25 Tahun 1992 pasal 3, adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dari tujuan tersebut, koperasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, berdasarkan kepentingan anggota dan usaha utamanya, koperasi di golongkan menjadi empat jenis, yaitu: Koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi simpan pinjam dan koperasi pemasaran. Sedangkan berdasarkan hierarki organisasinya, koperasi digolongkan menjadi koperasi primer dan koperasi sekunder.
2.3.            Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (PSAK ETAP) akan dinyatakan efektif berlaku untuk entitas yang tidak memiliki akuntabiltas publik, yaitu entitas yang memiliki 2 kriteria, yaitu: Tidak memiliki akuntabilitas publik secara signifikan dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) bagi pengguna eksternal. Kriteria ETAP tersebut, bisa dibedakan dengan entitas yang memiliki akuntabilitas publik, yaitu jika:
a. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran atau entitas dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran pada otoritas pasar modal (BAPEPAM-LK) atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal;
b. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebaga fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan/atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana, dan bank investasi.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifkan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK ETAP. Pada umumnya, entitas tanpa akuntabilitas publik adalah UKM, oleh karena itu pengguna ETAP akan banyak terdiri dari entitas dengan kategori UKM. Penerbitan PSAK ETAP oleh Dirjen Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini adalah sebagai alternatif PSAK yang boleh diterapkan oleh entitas di Indonesia, sebagai bentuk PSAK yang lebih sederhana dibandingkan dengan PSAK Umum yang lebih rumit. Pada 1 Januari 2011 nanti, setiap entitas diberikan pilihan apakah akan menggunakan PSAK umum, atau PSAK ETAP. Apabila entitas tersebut memenuhi kriteria entitas publik , maka tentu tidak ada pilihan lain kecuali menerapkan PSAK umum. Namun jika tidak termasuk entitas yang memiliki akuntabilitas publik, maka entitas dapat memilih menerapkan PSAK ETAP atau PSAK Umum.
Menurut kebijakan yang diterbitkan oleh DSAK IAI, pada 1 Januari 2011, suatu entitas tanpa akuntabilitas publik, dapat memilih untuk menerapkan PSAK ETAP atau PSAK Umum. Apabila pada tahun 2011 suatu entitas tanpa akuntabilitas publik pada menetapkan penggunaan PSAK umum, maka entitas tersebut setelah tahun 2011 tidak boleh merevisi kebijakan akuntansinya dengan menggunakan PSAK ETAP. Oleh karena adanya kebijakan tidak boleh merevisi ke PSAK ETAP itu, maka tahun 2011 ini menjadi tahun yang sangat menentukan dan strategik bagi pengambilan keputusan PSAK mana yang akan dipakai.
Karena aktivitas penyesuaian hanya perlu dilakukan oleh Entitas yang akan menerapkan PSAK ETAP, maka terhadap entitas tanpa akuntabiltas publik saat ini adalah waktu yang penting untuk mulai melakukan pertimbangan apakah akan menerapkan PSAK ETAP atau melanjutkan PSAK Umum. Pertimbangan itu perlu dilakukan karena:
a.       Penerapan suatu PSAK menyangkut isu strategik,
b.      Sekali entitas menetapkan menggunakan PSAK Umum maka tidak ada kesempatan  lagi untuk merivisi ke PSAK ETAP.
Bagi perusahaan yang akan menerapkan PSAK ETAP di tahun 2011, persiapan penyesuain laporan keuangan ke PSAK ETAP perlu dilakukan sejak tahun 2010. Pada catatan laporan keuangan tahun 2010 perlu mengungkapkan PSAK ETAP yang akan diterapkan pada tahun 2011, serta dampaknya pada laporan keuangan 2010 seandainya pada laporan keuangan diterapkan PSAK ETAP. Kemudian, pada awal tahun 2011 sudah perlu dilakukan beberapa koreksi penyesuaian sebagai dampak atas beberapa PSAK umum yang ditiadakan dalam PSAK ETAP, seperti peniadaan pajak tangguhan, kapitalisasi biaya pinjaman, dan lain-lain. Pada penyajian laporan keuangan komparatif tahun 2011, laporan keuangan tahun sebelumnya memerlukan penyajian kembali (restatement).

2.4.            Ruang Lingkup SAK ETAP
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik  (SAK
ETAP) dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang memiliki dua kriteria yang menentukan apakah suatu entitas tergolong entitas tanpa akuntabilitas publik (ETAP) yaitu:
a.  Tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan
     Suatu entitas dikatakan memiliki akuntabilitas yang signifikan jika:
  1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran atau entitas dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran pada otoritas pasar modal (BAPEPAM-LK) atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal. Oleh sebab itu Bapepam sendiri telah mengeluarkan surat edaran (SE) Bapepam-LK No. SE-06/BL/2010 tentang larangan penggunaan SAK ETAP bagi lembaga pasar modal, termasuk emiten, perusahaan publik, manajer investasi, sekuritas, asuransi, reksa dana, dan kontrak investasi kolektif.
  2. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebaga fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan/atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana, dan bank investasi.
b.  Tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) bagi pengguna eksternal.
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifkan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK ETAP. Contohnya Bank Perkreditan Rakyat yang telah diijinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE No. 11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009. SAK-ETAP ini akan berlaku efektif per 1 January 2011 namun penerapan dini per 1 Januari 2010 diperbolehkan. Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP. Apabila perusahaan memakai SAK-ETAP, maka auditor yang akan melakukan audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.
Mengingat kebijakan akuntansi SAK-ETAP di beberapa aspek lebih ringan daripada PSAK, maka terdapat beberapa  ketentuan transisi  dalam  SAK-ETAP  yang
cukup ketat:
1.      Pada BAB 29 misalnya disebutkan bahwa pada tahun awal penerapan SAK-ETAP, yakni 1 January 2011
2.      Entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK-ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya.
3.      Per 1 Januari 2011, perusahaan yang memenuhi definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik harus memilih apakah akan tetap menyusun laporan keuangan menggunakan PSAK atau beralih menggunakan SAK-ETAP.
4.      Entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK-ETAP. Hal ini misalnya ada perusahaan menengah yang memutuskan menggunakan SAK-ETAP pada tahun 2011, namun kemudian mendaftar menjadi perusahaan public di tahun berikutnya. Entitas tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali.
5.      Entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK ETAP
ini dalam menyusun laporan keuangan.
2.5.               Laporan Keuangan Berdasarkan SAK ETAP
Tahun pajak 2011 adalah tahun pajak pertama kali bagi mayoritas wajib pajak untuk membuat Laporan Keuangan berdasarkan SAK ETAP yang mulai berlaku efektif per 1 Januari 2010. Mayoritas wajib pajak di Indonesia adalah entitas yang masuk dalam kategori ETAP ini, yaitu entitas tanpa akuntabilitas publik yang signifikan. Menurut SAK ETAP ini entitas dikategorikan memiliki akuntabilitas publik signifikan jika:
1.      Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan
penerbitan efek di pasar modal; atau
2.      Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pesniun, reksa dana dan bank investasi.
ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. Misalnya pengguna eksternal dalam SAK ETAP ini adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur dan lembaga pemeringkat kredit. Meskipun Otoritas Pajak (Direktorat Jenderal Pajak, Kemeterian Keuangan RI) tidak disebutkan dalam SAK ini sebagai pengguna eksternal Laporan Keuangan, namun sejatinya DJP merupakan pengguna ekternal juga dari Laporan Keuangan ini karena seperti dijelaskan di atas, bahwa Laporan Keuangan merupakan dasar pembuatan SPT, dan membuat serta melaporkan SPT merupakan kewajiban bagi setiap wajib pajak. SAK ETAP merupakan SAK versi mudah yang ditujukan khusus untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM) yang diadopsi dari IFRS for SME.
Dengan berlakunya secara Efektif SAK ETAP pada 1 Januari 2011, maka mayoritas wajib pajak di Indonesia harus menggunakan SAK ETAP ini untuk Laporan Keuangan tahun Pajak 2011. Jika suatu entitas Laporan Keuangannya mematuhi SAK ETAP ini, maka entitas tersebut harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh bahwa Laporan Keuangannya mematuhi SAK ETAP ini dalam catatan atas Laporan Keuangan (Paragraf 3.3). Lebih lanjut, masih dalam paragraf 3.3, dinyatakan bahwa Laporan Keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK EATP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP.
2.6.               Rumusan Hipotesis
 Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap pertanyaan yang dilakukan dalam perumusan masalah yang harus diuji atau dibuktikan kebenarannya melalui pengumpulan dan penganalisaan penelitian. Adapun perumusan hipotesis yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut:
1.      Diduga Primkoppol Resort xxx termasuk dalam entatas tanpa akuntabilitas publik.
2.      Diduga penyajian laporan keuangan  Primkoppol  Resort  xxx  tidak sesuai
dengan SAK ETAP.

2 komentar:

  1. Info yang sangat berguna, terima kasih sharingnya...
    informasi lainnya tentang pelatihan sistem aplikasi / software SAK-ETAP untuk koperasi, silakan klik BINTEK SAK-ETAP KOPERASI.
    Semoga bermanfaat Trims... :)

    BalasHapus
  2. Pembahasannya sangat menarik.. mohon informasi lainya tentang penyajian laporan keuangan berdasarkan SAK-ETAP dan bagaimana dampak/pengaruhnya terhadap pajak.

    BalasHapus